Lahan Proyek 36 M di Tambe Bermasalah, Sejumlah Pihak Tuding ada Konspirasi Jahat -->
Cari Berita

iklan 970x90 px

Lahan Proyek 36 M di Tambe Bermasalah, Sejumlah Pihak Tuding ada Konspirasi Jahat

TalkingNewsNTB.com
17 Juni 2021

 

Foto: Lahan pembangunan rumah relokasi untuk korban banjir Bima. 

Kabupaten Bima, TalkingNEWS -- Tak dipungkiri mang, awal kehadiran proyek rumah relokasi banjir yang berlokasi di So Lante Desa Tambe Kecamatan Bolo Kabupaten Bima menuai banyak masalah, bahkan mendapat penolakan dari warga, salah satunya bor Canada. 


Belum reda dengan persolan tersebut, kini persoalan baru kembali mencuat, meski pelaksanaan proyek dengan anggran Rp 36 M sudah mulai berjalan, namun beberapa pihak menilai pembangunan rumah yang dilengkapi fasilitas seperti  Irigasi, Setup, Bronjong, Lapangan Volli tersebut diduga kuat ada konspirasi jahat yang perankan oleh para elit.


Diantaranya yakni adanya sertivikat tanah tanpa lahan, tukar guling tanah, pemberdayaan untuk masyarakat lokal dan pembayaran ganti rugi jagung yang sudah di babat untuk persiapan pembangunan relokasi yang kini tak kunjung dibayarkan.


Diketahui, pembangunan rumah relokasi itu diperuntukan bagi korban banjir yang ada di empat Kecamatan yakni Kecamatan Monta, Woha, Bolo dan Madapangga. Namun karena banyak menuai masalah, sehingga proyek yang baru saja diletakan batu pertama oleh Bupati Bima beberapa waktu lalu terpaksa dihentikan oleh warga. 


Salah satu warga Desa Tambe Masdin Idris SP menilai kehadiran Mega proyek tersebut sedari awal penuh dengan masalah. Sehingga diprediksikan pembangunan rumah di So Lante itu berpotensi gagal.


Kata dia, bahwa sederet masalah tersebut mencuat setelah dilakukannya peletakan batu pertama oleh Bupati. Padahal, menurutnya, proyek baru bisa berjalan ketika persoalan ganti rugi lahan warga sudah diselesaikan. Belum lagi tukar guling lahan warga dengan Pemda belum jelas. Bahakan yang paling serius yakni diduga ada peranan sindikat sertivikat tanah yang sengaja diterbitkan atas hak milik perorangan di atas tanah/ast daerah. Sehingga biaya pembebasan lahan masuk kantong pribadi.


"Dugaan kuat kami bahwa ini di lakukan secara bersama-sama antara aparat pemerintah desa, pemerintah kabupaten dan BPN pada tahun 2010 silam,"ungkap mantan DPRD Bima yang dikenal kritis itu. 


Ia menuding ada aroma konspirasi busuk yang dimainkan para elit untuk kepentingan proyek dengan anggaran yang fantastik itu. Sebab, penerbitan sertivikat dimaksud hendak dilegalkan oleh pemerintah daerah yang sekarang menjadi polemik dan menjadi perbincangan publik.  "Aroma busuk mereka makin tercium, seolah sepakat dibiarkan terus mengalir menuju muara akhirnya," tandasnya.


Ia juga mempertanyakan kinerja pemerintah Daerah, Sampai dimana responsibilitas pemerintah daerah untuk melihat yang terjadi. Karena yang diherankan, kegiatan yang besar tersebut tidak dipersiapkan secara jelas dan matang.


"Jika sederet persoalan ini belum juga selesai, maka jangan harap kegiatan ini akan berlanjut dan harus dihentikan secara total, karna bagi kami ini adalah kejahatan terselubung," tuturnya.


Terpisah pemilik jagung Sukman juga mempertanyakan terkait ganti rugi jagung yang dibabat untuk kepentingan lahan rumah relokasi tersebut. "Kapan jagung kami di bayarkan. Kami berani membabat jagung karna sudah ada kesepakatan, namun sampai hari ini kami hanya menerima janji kosong. Janji itu sebelum peletakan batu pertama bahkan sampai hari ini belum ada kejelasan," tanya dia.


Ditegaskannya, bahwa tidak ada relokasi tanpa pembayaran. Perlu diketahui bahwa, pihaknya sudah dua hari melakukan pemberhentian atas pembangunan relokasi. "Selamanya akan kami tutup, karna ini menyangkut hak, matipun kami akan siap untuk ini," ancamnya.(Khan)


Editor: Agus